Ketika mencari informasi tentang dewa perang dalam mitologi Tiongkok, saya menemukan hal yang menarik karena yang terus menerus muncul adalah nama Guan Yu. Pasalnya, saya mengenal sosok ini jusru sebagai seorang jenderal dalam kisah legendaris Tiga Kerajaan karangan Luo Guanzhong pada abad ke-14. Meskipun kisah-kisah tentangnya dianggap fiktif, Guan Yu menjadi populer karena banyak orang menganggapnya sebagai sosok pejuang yang setia. Maka, mari kita menyimak sedikit cerita tentang Legenda Jenderal Guan Yu.
Guan Yu dan Awal Mula Sepak Terjangnya
Lahir di Provinsi Hedong yang kini berubah nama menjadi Yuncheng, Guan Yu berasal dari keluarga sederhana. Pada masa mudanya, ia menjadi terkenal karena kekuatannya dan keberaniannya. Suatu hari, Guan Yu membunuh seorang pejabat korup yang menganiaya rakyat setempat dan karenanya harus menjadi buronan.
Daftar Isi
Dalam pelariannya, Guan Yu bertemu dengan Liu Bei, seorang keturunan bangsawan yang memiliki ambisi untuk memulihkan Dinasti Han yang sedang runtuh. Singkatnya, bersama dengan seorang lagi yang bernama Zhang Fei, Guan Yu dan Liu Bei melakukan sumpah sehidup semati dan menjadi saudara. Kemudian, ketiganya pun memulai perjuangan mereka untuk mengembalikan kejayaan Dinasti Han.
Ketiga bersaudara tersebut mengawali perjuangan mereka dengan bergabung dengan pasukan Jenderal Zhu Jun untuk menumpas pemberontakan Serban Kuning. Dalam pertempuran melawan pemberontak, Guan Yu menunjukkan keberaniannya dan menjadi terkenal sebagai seorang pejuang yang tangguh dan setia.
Lalu, saat Tiongkok berada dalam kekuasaan Dong Zhuo, Liu Bei, Guan Yu, dan Zhang Fei bergabung dalam pasukan aliansi Gongsun Zan untuk melawan negarawan tersebut. Ketika itu, seorang panglima dari Dong Zhuo yang bernama Hua Xiong berhasil membunuh empat perwira aliansi.
Sebagai seorang pemanah berkuda biasa, Guan Yu mengajukan diri untuk mengalahkan Hua Xiong. Hebatnya, meskipun tak ada yang mempercayainya, Guan Yu yang sama sekali tak gentar menghadapi musuh dengan nama besar tersebut berhasil memenggal Hua Xiong dan menyerahkannya kepada pasukan aliansi.
Kesetiakawanan dan Keberanian Jenderal Guan Yu
Suatu ketika, Guan Yu terpisah dari Liu Bei dan dengan terpaksa melayani Cao Cao, seorang panglima perang kuat yang menguasai sebagian besar wilayah utara Tiongkok. Cao Cao mengetahui prestasi Guan Yu dan hendak menjadikan Guan Yu sebagai pengikutnya. Guan Yu pun menyetujui penawaran tersebut setelah memastikan Cao Cao menyanggupi tiga syarat darinya.
Dengan syarat-syarat itu, Guan Yu dapat melayani Cao Cao tanpa harus melanggar sumpahnya kepada Liu Bei dan Zhang Fei. Cao Cao yang sangat senang dengan hal itu memberi banyak hadiah kepada Guan Yu. Namun, Guan Yu menolak hampir semua hadiah tersebut.
Saat bertempur melawan Yuan Shao, Cao Cao menugaskan Guan Yu untuk melawan dua jendral besar Yan Liang dan Wen Chou. Padahal, ketika itu Liu Bei tengah berlindung dalam naungan Yuan Shao. Keberhasilan Guan Yu menghabisi dua jenderal tersebut membuat hubungan Yuan Shao dan Liu Bei menjadi buruk.
Kejadian ini membuat Liu Bei memutuskan untuk meninggalkan Yuan Shao. Di saat yang sama, Guan Yu mengetahui keberadaan Liu Bei dan bergegas meninggalkan Cao Cao. Bahkan, Cao Cao sendiri tak dapat mengganggu gugat keputusan Guan Yu dan hanya bisa membiarkannya pergi untuk bergabung kembali dengan saudara-saudaranya.
Dalam perjalanannya, Guan Yu berhasil melewati 5 kota yang berada dalam kekuasaan Cao Cao dan menghabisi 6 perwira tinggi yang menghalanginya. Kisah “Perjalanan Lima Gerbang dan Pembunuhan Enam Jenderal” ini membuat nama Guan Yu semakin terkenal. Karena, hal ini menunjukkan betapa Guan Yu memiliki keteguhan sumpah dan kesetiaan yang tak pernah goyah terhadap saudara angkatnya.
Kepemimpinan Jenderal Guan Yu di Jingzhou
Setelah pertempuran di Utara, Liu Bei menunjuk Guan Yu menjadi Gubernur Provinsi Jingzhou. Di sini, selain keberanian dan kehebatannya di medan perang, Guan Yu menunjukkan kemampuan administratifnya sebagai seorang pejabat. Sebab, ia dapat memerintah Jingzhou deangan adil dan bijaksana sehingga mendapatkan dukungan serta kepercayaan dari rakyatnya.
Sayangnya, posisi Jingzhou yang strategis membuat provinsi tersebut berada dalam tekanan dari dua sisi, yaitu pasukan Sun Quan di timur dan pasukan Cao Cao di utara. Sekitar tahun 219 M, Guan Yu melancarkan Kampanye Fancheng melawan pasukan Cao Cao. Dia berhasil mengepung kota Fancheng dan hampir berhasil merebutnya. Namun, Sun Quan, yang sebelumnya bersekutu dengan Liu Bei, melakukan pengkhianatan.
Dengan licik, Sun Quan menyerang wilayah belakang Jingzhou dan menyebabkan keadaan Guan Yu menjadi sulit. Dalam situasi itu, Guan Yu tak memiliki pilihan selain menarik mundur pasukannya sehingga pasukan Sun Quan berhasil mengalahkannya. Akkhirnya, Sun Quan memerintahkan pasukannya untuk menangkap dan mengeksekusi Guan Yu.
Kematian Guan Yu menjadi titik balik yang penting dalam era Tiga Kerajaan. Bahkan, banyak yang menilai bahwa peristiwa ini sangat memengauhi keseimbangan kekuatan di Tiongkok pada masa itu. Namun, hal ini tidak serta-merta dapat mengesampingkan nama besar Legenda Jenderal Guan Yu. Pasalnya, sepak terjang Guan Yu sebagai jenderal perang, kemampuan, keberanian, dan kesetiaannya, telah mendapat penghormatan dan kekaguman dari dari kawan maupun lawan.
Legenda Jenderal Guan Yu sang Dewa Perang
Setelah kematiannya, Guan Yu mendapat penghormatan sebagai pahlawan legendaris, juga lambang kesetiaan dan keberanian. Bahkan, dalam agama rakyat Cina, Taoisme, dan hingga agama Buddha Mahayana, Guan Yu mendapatkan pengangkatannya sebagai dewa. Ia memperoleh berbagai gelar kehormatan seperti “Dewa Perang” dan “Dewa Pelindung.”
Masyarakat Tiongkok mendedikasikan Kuil-kuil untuk Guan Yu, yang dikenal sebagai Guan Di Miao. Kini, kita dapat menemukan kuil-kuil ini di seluruh Tiongkok dan di komunitas Tionghoa di seluruh dunia. Di sinilah, Guan Yu mendapat penghormatan sebagai pelindung para pedagang, pelindung perang, dan penjaga keadilan.
Akhirnya, kisah Legenda Jenderal Guan Yu ini pun memiliki tempatnya sendiri dalam masyarakat Tiongkok. Baik seni, sastra, maupun drama tradisional Tiongkok kerap menggambarkan Guan Yu dengan wajah merah, janggut panjang, mengenakan baju perang, dan memegang Guan Dao (senjata khasnya). Dalam kisah Romance of the Three Kingdoms sendiri Guan Yu merupakan sosok pahlawan yang hampir tak terkalahkan. Ia mendedikasikan hidup dan perjuangannya dengan kesetiaan, keberanian, dan keadilan.