Semantik dalam Ilmu Linguistik

Semantik dalam Ilmu Linguistik – Pengertian dan Objek Kajiannya

Pada tulisan sebelumnya, kita telah mengenal sintaksis dan objek kajiannya. Kini, kita akan melanjutkan pembicaraan tentang unsur kebahasaan lainnya, yaitu semantik dalam ilmu linguistik. Dalam bahasa Indonesia, kata semantik merupakan turunan dari bahasa Yunani Kuno yang berarti tanda atau lambang. Kemudian, dalam tataran ilmu linguistik, semantik berkaitan dengan bagaimana kata, frasa, dan kalimat dapat menghasilkan makna. Agar lebih jelas mengenai pengertian semantik, sebaiknya kita menyimak beberapa pandangan para ahli bahasa berikut ini.

Pengertian Semantik dalam Ilmu Linguistik Menurut Para Ahli Bahasa

  • Abdul Chaer:  semantik adalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari makna atau arti dalam bahasa. Menurutnya, semantik mencakup studi tentang makna leksikal (kata) dan makna gramatikal (struktur).
  • Stephen Ullmann: semantik merupakan studi tentang makna yang melibatkan analisis hubungan antara tanda-tanda linguistik dan hal-hal yang mereka rujuk atau wakili. Ia menekankan pentingnya hubungan antara simbol (kata) dan referensinya dalam memahami makna.
  • John Lyons: semantik adalah studi tentang makna dalam bahasa yang melibatkan analisis tentang bagaimana penggunaan kata-kata dan kalimat untuk menyampaikan informasi dan bagaimana pendengar atau pembaca menginterpretasikannya.
  • Geoffrey Leech: semantik merupakan studi tentang makna sebagai komponen fundamental dalam komunikasi bahasa. Ia menekankan pada pentingnya konteks dalam menentukan makna dari suatu ungkapan bahasa.

Bedasarkan penjelasan-penjelasan di atas, para ahli bahasa menyepakati sebutan semantik sebagai ilmu yang mempelajari makna dalam satuan-satuan bahasa. Sebab, semantik mengkaji bagaimana kaitan antara tanda linguistik dengan hal yang ditandainya. Dengan kata lain, semantik bertujuan memahami bagaimana para pengguna bahasa saling berkomunikasi atau bertukar informasi yang memiliki makna tertentu. Artinya, selain memfokuskan perhatian pada makna kata-kata, semantik juga meneliti kombinasi kata-kata dalam kalimat dan teks dalam menghasilkan makna yang lebih kompleks.

Objek-Objek Kajian Semantik dalam Ilmu Linguistik

Sebagaimana penjelasan di atas bahwa semantik adalah ilmu yang mempelajari makna, kita pun menemukan makna sebagai objek kajian utama dalam bidang ini. Dalam KBBI, makna adalah pengertian yang diberikan pada suatu bentuk kebahasaan. Di sisi lain, kita dapat menyamakan makna dengan arti. Namun, dalam semantik, kita tidak akan berhenti setelah memahami penjelasan tentang makna. Sebab, keberadaan makna memiliki kaitan dengan banyak hal lainnya, seperti nama sebuah benda, kejadian, pekerjaan, sifat, keadaan, asal-usul pemberian nama terhadap suatu hal, dan sebagainya.

Maka, untuk mempermudah kita memahami sistem makna dalam bahasa Indonesia, kita akan menyimak teori dari seorang ahli bahasa yang mendapat sebutan Bapak Linguistik Modern, yaitu Ferdinand de Saussure. Beliau mengatakan bahwa setiap tanda linguistik (Prancis: Signe Linguistique) terdiri dari dua komponen, yaitu penanda (Prancis signifian) dan petanda (Prancis signifie). Penanda adalah wujud bunyi bahasa dalam bentuk urutan fonem tertentu, sedangkan petanda merupakan konsep gagasan, ide atau pengertian yang milik penanda tersebut.

Teori dari Saussure tersebut mengawali sebuah pendekatan terhadap makna yang disebut dengan pendekatan konseptual. Pada dasarnya, pendekatan konseptual mengajak kita untuk memahami bahwa setiap kata mengandung suatu konsep, ide, gagasan, atau pemikiran mengenai sesuatu yang ada, berlangsung, dan berlaku dalam dunia nyata. Sederhananya, makna adalah sifat alami yang melekat pada sebuah satuan bahasa atau ujaran.

Selain pendekatan konseptual, kita akan menemukan pendekatan lainnya untuk memahami makna, seperti pendekatan komponen sial dan pendekatan operasional. Menurut pendekatan komponensial, kita dapat menganalisis makna dalam setiap kata dan menguraikannya menjadi ciri-ciri atau komponen pembentuknya. Sementara, pendekatan operasional mengajukan teori bahwa makna setiap kata sangat bergantung pada konteks (kalimat) yang menggunakan kata tersebut.  Maka, berdasarkan pendekatan-pendekatan tersebut, kita dapat memahami makna sebagai kandungan dalam satuan ujaran dengan ciri-ciri dan komponen tertentu, yang  memiliki acuan, serta dapat berubah atau beradaptasi sesuai dengan cakupan konteksnya.

Jenis-Jenis Makna

Setelah memahami pengertian makna, kita akan menjelajahi jenis-jenis makna. Dalam hal ini, kita pun akan menemukan berbagai pandangan yang mendasari pengelompokan atau pembagian jenis-jenis makna. Namun, agar pembahasan ini tidak semakin melebar ke mana-mana, kita akan membicarakan jenis-jenis makna yang secara umum menjadi lingkup pembahasan semantik dalam ilmu linguistik.

  • Makna Leksikal: makna leksikal berarti makna unsur bahasa sebagai lambang benda, peristiwa, dan sebagainya. Contohnya, makna kata tidur = dalam keadaan berhenti badan dan kesadarannya.
  • Makna Gramatikal: makna berdasarkan atas hubungan antara unsur-unsur bahasa dalam satuan yang lebih besar, seperti frasa atau klausa.  Contohnya, Orang itu ketiduran.  Kata ketiduran dalam kalimat tersebut berarti tidak sengaja tidur.
  • Makna Referensial: makna unsur bahasa yang berhubungan dengan dunia di luar bahasa atau memiliki acuan tertentu. Contohnya, kata batu mengacu pada benda keras dan padat yang berasal dari planet bumi atau planet lain, tetapi bukan logam.
  • Makna Nonreferensial: makna yang tidak memiliki acuan atau referensi. Contohnya, kata dan, atau, tetapi.
  • Makna Denotatif: makna yang sesungguhnya, yang merujuk pada makna yang lugas atau dasar dan sesuai dengan kesepakatan masyarakat pemakai bahasa. Contohnya, kata mati berarti sudah hilang nyawanya atau tidak hidup lagi
  • Makna Konotatif: makna yang bersifat konotasi, yaitu tautan pikiran yang menimbulkan nilai rasa. Contohnya, kata mampus bermakna denotasi sama dengan mati, tetapi mampus memiliki nilai rasa atau kesan yang buruk.

Hubungan Makna dan Bentuk

Ketika menggunakan bahasa, terkadang kita menemukan adanya hubungan antara satuan bahasa yang satu dengan yang lainnya. Dalam bahasa Indonesia, hubungan antara makna dan bentuk satuan bahasa adalah sebagai berikut:

  • Sinonim: kemiripan atau kesamaan hubungan makna antara kata yang berbeda. Contohnya, besar = akbar = agung.
  • Antonim: keberlawanan makna antara kata. Contohnya, baik >< buruk.
  • Homonim: perbedaan dan ketidakterhubungan makna antara kata dengan bentuk dan pelafalan yang sama. Contohnya, genting = tegang; genting = tutup atap rumah yang terbuat dari tanah liat.
  • Homograf: perbedaan makna antara kata dengan bentuk yang sama, tetapi pelafalannya berbeda. Contohnya, teras = tanah atau lantai yang agak tinggi di depan rumah; têras = inti sari atau isi yang terutama.
  • Homofon: perbedaan makna antara kata dengan pelafalan yang sama, tetapi bentuknya berbeda. Contohnya, sanksi = hukuman; sangsi = bimbang
  • Polisemi: banyaknya makna dari sebuah kata yang masih memiliki hubungan dengan makna utamanya. Contohnya, kepala (bagian tubuh yang di atas leher), kepala sekolah (orang yang memimpin suatu sekolah).
  • Ambiguitas: penafsiran makna yang lebih dari satu sehingga menimbulkan keraguan. Contohnya, Kucing makan tikus mati.  Dalam kalimat tersebut, kita tidak dapat memastikan apakah kucing atau tikus yang mati.

Perubahan Makna

Sebagai bagian dari kehidupan manusia, bahasa pun mengalami perkembangan. Perkembangan dalam bahasa tersebut dapat memicu adanya perubahan makna. Khususnya, makna pada masa yang telah berlalu dan makna yang ada pada masa kini. Maka, bahasa Indonesia pun tidak dapat menghindarkan diri dari gejala perubahan makna tersebut. Berikut adalah perubahan makna yang terdapat dalam bahasa Indonesia:

  • Generalisasi (perluasan makna): cakupan makna yang pada masa serkarang lebih luas daripada masa lalu. Contohnya, kata adik dahulu berarti saudara kandung yang lebih muda, tetapi sekarang dapat berarti sapaan terhadap orang yang lebih muda.
  • Spesialisasi (penyempitan makna): cakupan makna yang pada masa serkarang lebih sempit daripada masa lalu. Contohnya, kata madrasah dahulu berarti sekolah, tetapi sekarang berarti sekolah khusus untuk agama Islam.
  • Ameliorasi (peninggian makna): kesan atau nilai rasa makna pada masa sekarang lebih baik daripada masa lalu. Contohnya, kata istri sekarang memiliki kesan lebih baik atau nilainya lebih tinggi daripada bini.  
  • Peyorasi (penurunan makna): kesan atau nilai rasa makna pada masa sekarang lebih buruk daripada masa lalu. Contohnya, kata jongos sekarang memiliki nilai rasa lebih rendah daripada pembantu rumah tangga laki-laki.
  • Sinestesia (pertukaran makna): perubahan makna akibat pertukaran tanggapan pancaindra. Contohnya, Wajah gadis itu manis sekali. Kalimat tersebut menunjukkan adanya pertukaran tanggapan antara indra penglihat dan pengecap.

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *