Morfologi dan Objek Kajiannya

Morfologi dan Objek Kajiannya – Satuan dan Proses Morfologis

Selain fonologi, bidang lain yang merupakan bagian dari ilmu lingustik adalah morfologi. Bedanya, jika fonologi mempelajari satuan terkecil dalam bahasa yang berupa bunyi ujaran atau bunyi bahasa, morfologi merupakan cabang linguistik yang mempelajari struktur, bentuk, dan pembentukan kata dalam suatu bahasa. Namun, sebelum membicarakan lebih lanjut tentang morfologi dan objek kajiannya, kita akan terlebih dahulu mengintip pengertian morfologi menurut para ahli.

Pengertian Morfologi Menurut Para Ahli

Ramlan

Dalam bukunya Morfologi (1987), Ramlan mendefinisikan morfologi sebagai cabang linguistik yang mempelajari seluk-beluk bentuk kata dan perubahannya, baik secara morfemis maupun morfologis. Dengan kata lain, Ramlan menekankan pentingnya analisis morfem, yaitu unit terkecil dari makna atau fungsi gramatikal dalam kata.

Harimurti Kridalaksana

Kridalaksana menjelaskan, dalam Kamus Linguistik (2001),  morfologi sebagai bidang linguistik yang mempelajari struktur internal kata, termasuk pembentukan kata dari morfem. Di samping itu, Kridalaksana juga menyoroti bahwa morfologi mencakup proses-proses morfologis seperti afiksasi, reduplikasi, dan komposisi.

Abdul Chaer

Pada buku Linguistik Umum (2003), Chaer menyatakan bahwa morfologi adalah ilmu yang mempelajari struktur, bentuk, dan klasifikasi kata. Menurut Chaer, morfologi mencakup analisis tentang bagaimana pembentukan kata dari morfem. Juga, bagaimana morfem tersebut bergabung untuk membentuk kata yang lebih kompleks

Eugene Nida

Dalam Morphology: The Descriptive Analysis of Words (1949), Nida mendefinisikan morfologi sebagai studi mengenai bentuk dan struktur kata dalam suatu bahasa. Ia menekankan pentingnya analisis kata menjadi morfem, yaitu unit terkecil dari makna atau fungsi gramatikal. Nida menganggap bahwa memahami struktur morfem dan cara mereka bergabung sangat penting untuk menguasai suatu bahasa.

Francis Katamba

Katamba menyatakan, Dalam bukunya Morphology (1993), bahwa morfologi adalah studi tentang struktur internal kata. Menurutnya, morfologi mencakup analisis bagaimana morfem membentuk kata dan bagaimana morfem bergabung untuk membentuk kata baru. Katamba juga membahas berbagai proses morfologis seperti afiksasi, reduplikasi, dan pemajemukan dalam konteks berbagai bahasa.

Andrew Spencer

Pada buku Morphological Theory (1991), Spencer menyebut morfologi sebagai cabang linguistik yang mempelajari pola-pola pembentukan kata dan hubungan struktural antarkata dalam suatu bahasa. Spencer menekankan pentingnya teori morfologi untuk memahami bagaimana pembentukan kata dan bagaimana mereka berfungsi dalam konteks gramatikal.

Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, kita dapat menyimpulkan bahwa pengertian morfologi adalah sebuah cabang dalam ilmu linguistik yang membahas seluk-beluk, proses pembentukan, dan perubahan-perubahan yang memungkinkan bagi kata untuk memiliki makna yang berbeda. Kemudian, dalam morfologi pula, kita akan menemukan isilah morfem dan kata. Apakah pengertian morfem dan kata, lalu apa saja persamaan dan perbedaan di antara keduanya? Untuk memperjelas hal itu, kita akan memasuki pembahasan mengenai morfologi dan objek kajiannya.

Morfologi dan Objek Kajiannya

Morfem dan Kata

Dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), morfem berarti bentuk bahasa terkecil yang mempunyai makna secara relatif stabil. Namun, sebuah morfem memiliki makna, baik makna leksikal maupun makna gramatikal. Satu bahasa memiliki berbagai jenis morfem dan mengelompokkannya berdasarkan beberapa kriteria, seperti jenis, bentuk, makna, dan sebagainya. Selanjutnya, morfem pun terbagi menjadi dua jenis, yaitu morfem bebas dan morfem terikat.

Morfem Bebas: morfem yang dapat berdiri sendiri dan memiliki makna yang utuh. Dalam konteks ini, kita dapat juga menyebut morfem bebas sebagai kata, seperti malam, meja, makan, dan sebagainya jika kita mengutip beberapa contoh dari bahasa Indonesia.

Morfem Terikat: morfem yang tidak dapat berdiri sendiri karena tidak memiliki makna yang utuh. Maka, morfem jenis ini akan memiliki arti yang utuh jika berdekatan atau merekat pada mofem lainnya. Misalnya, me-, ber-, dan pun dalam bahasa Indonesia. Morfem-morfem tersebut baru akan memiliki arti jika kita merangkainya dengan kata lain, seperti melangkah, bernyanyi, dan sekali pun.

Di sisi lain, kita dapat menyatakan morfem sebagai satuan terkecil dari sebuah kata. Sebab, sebuah morfem bisa jadi merupakan bagian dari sebuah kata. Dengan demikian, untuk membedakan morfem dan kata, kita dapat mengacu kepada pengertian morfem bebas. Morfem adalah satuan terkecil dari fungsi gramatikal bahasa, sedangkan kata merupakan morfem atau gabungan morfem yang dapat berdiri sendiri dan memiliki makna.

Proses Morfologis

Setelah mengenal perbedaan morfem dan kata, kita akan melanjutkan pembahasan mengenai proses morfologis. Atau, kita dapat menyebutnya sebagai proses pembentukan kata. Umumnya, , proses morfologis dapat terbagi menjadi beberapa kelompok, yaitu afiksasi, reduplikasi, komposisi, dan akronimisasi.

Proses Afiksasi

Membicarakan afiksasi berarti membicarakan morfem terikat, yaitu morfem yang tidak dapat berdiri sendiri dan tidak memiliki arti yang utuh sebelum mendapat pendekatan atau menggabungkan diri dengan morfem lainnya. Dalam proses afiksasi, kita akan mengenal beberapa jenis afiks, atau dalam bahasa Indonesia, kita menyebutnya sebagai imbuhan.

Prefiks (awalan)

afiks yang melekat di awal bentuk dasar. Prefiks-prefiks dalam bahasa Indonesia, contoh prefiks adalah me-, ber-, ke-, se-, per-, di-, pe-, dan ter-. Contohnya, dalam kata berjalan, kita mendapati prefiks ber- yang melekat pada awal kata jalan.

Infiks (sisipan)

afiks yang menempati bagian tengah dari sebuah bentuk dasar. Infiks dalam  bahasa Indonesia adalah -el-, -em-, dan -er-. Lalu, kita dapat melihat contoh keberadaan infiks alam kata telunjuk, jemari, dan gerigi.

Sufiks (akhiran)

afiks yang melekat pada akhir bentuk dasar. Afiks dalam bahasa Indonesia adalah -i, -kan, dan -an. Contoh keberadaan sufiks pada kata dalam bahasa Indonesia adalah temui, tenangkan, dan makanan.

Konfiks

afiks yang terdiri dari dua bagian. Atau, kita bisa juga menyebutnya sebagai ambifiks atau sirkumfiks. Bagian pertama konfiks berada di awal kata, sementara bagian berikutnya berada di akhir kata. Dalam bahasa Indonesia, kita dapat menemukan empat konfiks, yaitu ke-an, pe-an, per-an, dan ber-an. Kemudian, contoh keberadaan konfiks dalam kata adalah keadaan, penemuan, pertandingan, dan bertentangan.

Simulfiks

afiks yang tidak berbentuk suku kata, tetapi dapat mengubah bentuk atau jenis kata melalui penasalan (proses melepaskan udara dari rongga hidung sehingga menghasilkan bunyi sengau. Contohnya, kita dapat menemukan perubahan jenis atau kelas pada kata kopi (nomina) dan kata ngopi (verba). Di samping itu, terdapat juga penerapan simulfiks yang hanya mengubah bentuk kaya, tetapi tidak dengan jenisnya, seperti perubahan kata tongkrong (verba) menjadi nongkrong.

Kombinasi Afiks

berbeda dengan konfiks, kombinasi afiks merupakan proses perekatan awalan dan akhiran pada sebuah kata secara bertahap. Misalnya, pada kata menyajikan, kita akan menemukan tahapan pembentukan sebagai berikut: saji > sajikan > menyajikan. Hal ini berbeda dengan konfiks yang perekatannya pada kata terjadi secara serentak. Misalnya, kata kedatangan berasal dari kata datang dan mendapatkan konfiks ke-an. Contoh kombinasi afiks dalam bahasa Indonesia adalah me-kan, me-i, memper-kan, memper-i, ber-kan, ter-kan, per-kan, pe-an, dan se-nya.

Proses Reduplikasi

Singkatnya, proses reduplikasi adalah pengulangan satuan gramatikal. Pengulangan ini dapat meliputi seluruh, sebagian, baik dengan maupun tanpa perubahan bunyi. Maka, hasil dari proses reduplikasi adalah kata ulang. Contoh kata ulang atau hasil proses reduplikasi adalah sebagai berikut:

  • Rumah-rumah (pengulangan utuh / dwilingga)
  • Lelaki (pengulangan sebagian / dwipurwa)
  • Sayur-mayur (pengulangan berubah bunyi / salin suara)
  • Tembak-menembak (pengulangan berimbuhan)

Proses Komposisi

Sederhananya, kita dapat menyebut proses komposisi sebagai gabungan kata. Sebenarnya, membicarakan proses komposisi akan mempertemukan kita pada sedikit permasalahan tentang penggunaan istilah dalam bahasa Indonesia. Di sisi lain, kita juga akan berkenalan dengan istilah-istilah seperti frasa, kata majemuk, dan idiom. Maka, dalam pembahasan kali ini, saya hanya akan mencontohkan keberadaan gabungan kata dalam bahasa Indonesia.

Contoh gabungan kata dalam bahasa Indonesia:

terima kasihsaputanganbeasiswa
tindak lanjutkacamataantarkota
tanda tangan matahariantinarkoba
kerja samadukacitaswadaya
rumah sakitolahragapascabayar

Proses Akronimisasi

Akronim sebenarnya merupakan salah satu dari bentuk singkat. Namun, akronim berbeda dengan singkatan biasa karena kita dapat memperlakukannya seperti kata. Contoh hasil proses akronimisasi dalam bahasa Indonesia adalah sebagai berikut.

  • SIM = Surat Izin Mengemudi
  • radar = radio detecting and ranging
  • posyandu = pos pelayanan terpadu
  • Kemendikbud = Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan
  • hansip = pertahanan sipil

Proses Penyerapan

Salah satu proses pembentukan kata adalah penyerapan kata dari bahasa asing maupun bahasa daerah. Umumnya, dalam bahasa Indonesia, kita akan menemukan beberapa proses penyerapan kata, yaitu adopsi, adaptasi, translasi, dan kreasi.

  • Adopsi: penyerapan utuh tanpa mengubah bentuk maupun makna. Contohnya, radio, program, modern, khotbah.
  • Adaptasi: penyerapan dengan pengubahan bentuk dan pelafalan kata. Contohnya, truk, kompleks, cek, faktor, dan sebagainya
  • Translasi; penyerapan melalui proses penerjemahan. Contohnya, unduh (downioad), unggah (upload).
  • Kreasi: penyerapan dengan mengacu pada konsep dasar kata asal. Contohnya, bulu tangkis (badminton).

Demikianlah, pembicaraan mengenai proses penyerapan kata di atas sekaligus mengakhiri pembahasan morfologi dan objek kajiannya dalam tulisan ini. Atas kekurangan dan kelemahan yang pastinya masih bisa pembaca temukan dalam pembahasan singkat ini, saya mohon maaf dan masukannya. Maka, di kemudian hari, kita dapat menjadikan pembahasan seperti ini sebagai ajang untuk menambah pengetahuan dan pemahaman kita mengenai unsur-unsur kebahasaan, khususnya dalam bahasa Indonesia.

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *